Membangun Jaringan Asean Untuk Pemberdayaan Sosial

MEMBANGUN JARINGAN ASEAN UNTUK PEMBERDAYAAN SOSIAL


Sampai akhir abad lalu kondisi kesejahteraan sosial masyarakat di negara-negara ASEAN relatif rendah. Keadaan itu bertambah parah karena krisis sosial ekonomi menjelang akhir abad yang lalu, khususnya untuk Indonesia, bersifat kompleks dan berkepanjangan. Krisis tersebut bukan saja disebabkan masalah dalam negeri, tetapi juga karena pengaruh persaingan yang tajam dalam era globalilisasi yang luas. Akibatnya timbul berbagai masalah internal bangsa yang sukar diselesaikan. Salah satu permasalahan internal bangsa-bangsa, tidak saja di Indonesia tetapi juga di negara-negara yang mempunyai persoalan hampir serupa, seperti diungkapkan dalam Konferensi Internasional Kesejahteraan Sosial ke 32 di Brasilia bulan lalu, adalah makin lebarnya kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat sebagai akibat belum seimbangnya cakupan dan kecepatan pembangunan phisik dan ekonomi disatu pihak dengan pengembangan dan pembangunan sosial kemasyarakatan di pihak lain.

Meskipun diakui bahwa derajat kepincangan sosial antar negara-negara Asean tidak sama, tetapi bagi negara atau wilayah dengan jumlah dan proporsi penduduk miskin yang masih tinggi serta masih mengalami situasi kehidupan politik dan sistem demokrasi yang belum mapan, kesenjangan sosial diperkirakan masih akan terjadi dan justru makin lebar. Keadaan itu menjadi lebih parah karena akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan telah mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran dan proporsi penduduk miskin. Dilain pihak upaya untuk meningkatkan petumbuhan ekonomi dan upaya mengatasi kemiskinan hanya mengalami kemajuan yang relatif rendah. Karena itu dampak yang diharapkan bisa mengurangi jumlah penduduk miskin masih merupakan masalah besar. Keadaan tersebut ikhawatikan bisa memicu munculnya revolusi sosial yang membawa bencana lebih besar dan berkepanjangan.

Oleh karena itu bisa diramalkan bahwa untuk jangka waktu lama, kesenjangan masih akan mendominasi kehidupan sosial di masyarakat dan transformasi sosial untuk penduduk miskin akan mengalami kendala-kendala besar. Atas dasar itulah maka Program Kerja Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteran Sosial (DNIKS) tahun 2005-2008 telah diarahkan untuk memberdayakan organisasi sosial agar mampu dan lebih berperan dalam membantu pemberdayaan keluarga kurang mampu, keluarga dengan masalah sosial, serta membantu mengembangkan pelayanan dan rehabilitasi sosial.

Arahan program kerja DNIKS tersebut diharapkan menghasilkan dua jalur yang saling memperkuat. Pertama, makin kuatnya jaringan sosial berupa institusi sosial profesional yang mampu menyelenggarakan pelayanan sosial yang bermutu dan memihak keluarga dengan masalah sosial, utamanya keluarga kurang mampu. Kedua, makin kuatnya Program Pemberdayaan untuk menolong dan mendampingi masyarakat dan keluarga kurang mampu memperkuat kesadaran dan komitmen, tidak saja bagi para pemuka masyarakatnya, tetapi juga memperkuat kemampuan keluarga untuk membangun kesadaran dan kemandirian dalam menyelesaikan masalah sosial dengan cara gotong royong sesama anggota masyarakat lainnya.
Dengan mengacu pada sasaran MDGs, tingkat kemiskinan di Indonesia yang pada tahun 1990 sebesar 15,1 persen telah berhasil diturunkan menjadi sebesar11,9 persen pada tahun 1996. Dalam masa krisis tingkat kemiskinan itu telah naik kembali menjadi 23,4 persen pada tahun 1999, dn kemudian menurun menjadi 18,2 persen pada tahun 2002 dan 17,4 persen pada tahun 2003. Pada tahun 2005 diperkirakan menurun kembali menjadi sekitar 16.00 persen. Biarpun terjadi penurunan yang lumayan, tetapi untuk mencapai kondisi sekitar 7 – 8 persen, separo dari keadaan tahun 1990, pada akhir tahun 2015, bangsa Indonesia masih harus bekrja sangat keras. Angka pengangguran masih tinggi dan sistem pananggulangan kemiskinan yang efektif masih menghadapi banyak kendala.

Kendala yang serius banyak berhubungan dengan sasaran-sasaran MDGs lainnya yaitu antara lain angka harapan hidup yang sangat dipengaruhi efektifitas program KB yang mengendur, penanganan kematian ibu hamil dan melahirkan yang relatif terkendala dengan jaringan sistem pelayanan kesehatan yang belum sempurna. Tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan yang telah menurun dari sekitar 600 per 100.000 kelahiran menjadi seitar 300 per 100.000 masih harus diturunkan menjadi 100 per 100.000 kelahiran bukan sesuatu yang mudah. Masalah ini erat juga dengan tingkat kematian bayi dan anak yang juga masih relatif tinggi. Gangguan lain adalah makin merebaknya penyebaran Virus HIV/AIDS dengan kecepatan tinggi.

Keluarga dan penduduk yang diharapkan mampu berpartisipasi masih terkendala dengan tingkat pendidikan, termasuk tingkat pendidikan perempuan yang rendah dengan disparitas antar daerah yang tinggi. Kesetaraan gendere dalam bidang pendidikan, terutama pada tingkat pendidikan menengah dan menengah atas, masih memprihatinkan. Partisipasi, utamanya pada tingkat sekolah menengah dan sekolah menengah atas, juga masih relatif rendah, sehingga untuk waktu yang agak lama akan selalu dihasilkan angka rata-rata tingkat pendidikan di Indonesia yang relatrf rendah. Keadaan ini masih dibebani Angka Buta Aksara, utamanya untuk perempuan, yang masih tinggi. Keadaan ini menyebabkan upaya pengembangan ketrampilan penduduk lebih sukar dilakukan secara sistematis. Banyak pusat-pusat pendidikan dan pelatihan yang dibangun berbagai Departemen dan Instansi di masa lalu sekarang tinggal megah dalam gedung tetapi miskin kegiatan.

Mayoritas penduduk bekerja dalam bidang pertanian tradisional dengan nilai tambah rendah. Penduduk jarang mempunyai ketrampilan diluar bidang pertanian sehingga sukar mempergunakan waktu antara musim tanam untuk bekerja diluar bidang pertanian dan menyebabkan pengangguran tidak resmi yang tinggi. Keluarga miskin sukar mendapat pekerjaan yang bisa menghasilkan nilai tambah yang memadai untuk membangun keluarga sejahtera. Pendapatan keluarga rata-rata relatif rendah, sukar dipacu dengan bantuan partisipasi penduduk wanita, atau isteri dalam keluarga, karena pendidikan dan ketrampilan yang rendah tersebut. Partisipasi hanya bisa menolong sekedarnya, sukar mendongkrak kehidupan keluarga secara signifikan.

Kerjasama antar daerah dan internasional dalam bidang ini belum menjangkau masyarakat miskin, termasuk mereka yang menyandang masalah sosial di pedesaan. Lembaga-lembaga sosial di pedesaan belum berkembang dengan baik. Kalau ada lembaga semacam ini di pedesaan, upaya yang mereka kerjakan pada umumnya berbasis kelembagaan dan pelayanan. Jarang atau hampir tidak ada lembaga sosial yang membantu masyarakat dalam pemberdayaan untuk ikut berpartisipasi menyelesaikan sasaran dan target-target MDGs secara mandiri.

Oleh karena itu dalam pertemuan Asean di Bangkok minggu depan, Indonesia akan mengajukan usulan kegiatan antar negara Asean yang diarahkan pada upaya agar organisasi sosial di setiap negara mempunyai kemampuan seperti tersebut dibawah ini :

1. Kepemimpinan dalam bidang yang digeluti dengan disertai langkah-langkah konkrit melalui analisa situasi secara kontinue tentang kondisi dan penanganan masalah sosial yang telah dilakukan dengan baik, apakah oleh pemerintah, swasta atau organisasi seperti yang kita miliki, dan masyarakat luas;
2. Aktif memperluas akses dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada anggota. Upaya ini dilakukan dengan tetap bekerja sama dengan pemerintah atau oleh organisasi secara mandiri. Organisasi sebaiknya mampu melakukan loby politik secara aktif melalui DPR atau DPRD agar penyediaan anggaran untuk keperluan masalah sosial mencukupi. Pelaksanaan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat harus tetap dilakukan dengan baik, transparan dan dipertanggung jawabkan kepada masyarakat;
3. Lembaga DNIKS dan organisasi sosial diberi wewenang yang luas untuk melakukan pengumpulan dana secara bertanggung jawab dan langsung dari masyarakat secara bertanggung jawab dan transparan.
4. DNIKS dan organisasi masyarakat diberdayakan, diberikan kepercayaan dan dukungan penuh untuk melaksanan berbagai pelayanan yang dimasa lalu dikerjakan oleh pemerintah. Program-program tersebut bukan sekedar kegiatan kecil-kecilan yang mendapat subsidi, tetapi termasuk kepercayaan untuk melaksanakan proyek-proyek besar dengan dampak luas;
5. DNIKS dan organisasi masyarakat madani yang bernaung didalamnya, harus mampu dan segera menyegarkan dan memperkuat alignment jejaring dengan pemerintah, DPR dan masyarakat pada umumnya. Program komunikasi, informasi dan edukasi disusun dan dilaksanakan dengan gegap gempita.

Upaya capasity building dalam pengembangan jaringan, manajemen organisasi dan tehnik-tehnik pelayanan sosial menurut masing-masing permasalahan sosial yang dihadapi sangat diperlukan agar organisasi sosial dengan sasaran kelompok masyarakat yang memiliki potensi besar bisa meningkatkan mutu dan memperluas pelayanannya. Perluasan ini sangat diperlukan untuk menjangkau keluarga dan penduduk miskin, utamanya yang bakal menyandang masalah sosial atau anggotanya yang penyandang cacat.

Disamping itu, DNIKS juga mencanangkan program pemberdayaan untuk anak-anak dan remaja yang berada di Panti Asuhan. Dalam program ini akan diberikan pelatihan atau orientasi singkat untuk memperbaiki sistem atau paradigma dalam mengelola panti. Dalam program ini para Pimpinan Panti diharapkan dapat melakukan upaya pemberdayaan untuk anak-anak dan remaja yang berada dalam Panti untuk mampu belajar mandiri. Kepada para remaja akan diberikan kesempatan untuk magang kerja pada usaha ekonomi dan sosial, baik yang dimiliki oleh perorangan atau pabrik yang letaknya disekitar panti sebagai “program magang”. Pemagangan ini diharapkan menempatkan anak-anak yang berada di Panti lebih siap bekerja sehingga apabila memperoleh penghasilan bisa ditabung untuk melanjutkan sekolah atau membiayai kehidupan setelah lepas dari panti. Kepada anak-anak remaja juga akan difasilitasi untuk kemudahan magang atau melaksanakan usaha.

Dalam upaya tersebut sekaligus Indonesia ingin menawarkan upaya kerjasama antar negara Asean dalam pendekatan pembangunan berbasis masyarakat dalam bidang sosial dan pembangunan sosial. Kerjasama tersebut menyangkut lima hal utama sebagai berikut :

1. Pengembangan komitmen pada tingkat tataran politik dan para pimpinan masyarakat;
2. Pengembangan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan jaringan sosial kemasyarakatan pada tingkat pedesaan;
3. Pengembangan program dan peningkatan mutu lembaga-lembaga sosial masyarakat;
4. Pengembangan program komunikasi informasi dan edukasi untuk peningkatan budaya peduli terhadap masalah sosial kemasyarakatan;
5. Pengembangan strategi pengumpulan dana untuk keperluan sosial kemasyarakatan.

Mudah-mudahan rancangan dan tawaran kerjasama tersebut mendapat perhatian yang tinggi dari masyarakat Asean yang biasanya sangat responsif terhadap upaya bersama untuk kesejahteraan masyarakat luas. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS)

1 komentar:

problem sosial di asia tenggara memang cukup ruwet. khususnya indonesia, aktifitas pemecahan persoalan sosial belum maksimal. sekalipun telah melakukan proses koordinasi dengan birokrasi terkait, tak otomatis upaya2 tersebut menjadi mudah. wacana swadaya dan swasembada tek melulu dikampanyekan, melainkan harus dimotivasikan dan diupayakan secara konkret terutama di sektor usaha kecil dan menengah. pendidikan politik yg fair dan bertanggungjawab juga harus melibatkan hati nurani dan hak asasi masyarakat.
tengkyu

 

Posting Komentar